Nasional

Menko PMK: Pendidikan Islam Harus Jadi Kompas Etika di Era VUCA

×

Menko PMK: Pendidikan Islam Harus Jadi Kompas Etika di Era VUCA

Sebarkan artikel ini
Teks foto: Menko PMK, Pratikno, saat membuka kegiatan Review and Design on Islamic Education di Dirjen Pendidikan Islam Kementerian Agama. (Dok: Net/Harianupdate)

HarianUpdate.com | Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno menegaskan bahwa pendidikan Islam memegang peranan penting dalam merespons tantangan global abad ke-21, terutama di tengah laju perkembangan teknologi yang tidak selalu seiring dengan nilai-nilai kemanusiaan dan etika.

Hal tersebut disampaikan Pratikno saat membuka kegiatan Review and Design on Islamic Education yang digelar Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Tahun 2025 di Jakarta, Selasa.

Menurut Pratikno, dunia saat ini berada dalam situasi penuh ketidakpastian atau dikenal sebagai era VUCA—volatility, uncertainty, complexity, dan ambiguity. Di tengah perubahan yang sangat cepat, disinformasi yang meluas, serta kemajuan teknologi yang melampaui kesiapan nilai moral, pendidikan Islam dituntut untuk mengambil peran strategis.

“Di tengah berbagai potensi kerusakan dan kekacauan global, suara Islam harus hadir. Dan suara itu seharusnya lahir dari pendidikan Islam yang kuat dan berwawasan masa depan,” ujar Pratikno.

Ia mempertanyakan posisi dan kontribusi umat Islam dalam menjawab tantangan zaman, termasuk peran intelektual Muslim sebagai penuntun etika di tengah krisis global.

“Siapa yang akan menjadi kompas moral ketika dunia mengalami kebingungan nilai? Di mana peran intelektual Muslim dalam situasi ini?” katanya.

Pratikno mengajak dunia pendidikan Islam untuk kembali belajar dari kejayaan peradaban Islam pada abad ke-8 hingga ke-9 Masehi. Pada masa itu, para pemimpin seperti Khalifah Al-Mansur, Al-Mahdi, dan Al-Ma’mun menjadikan ilmu pengetahuan, riset, dan seni sebagai fondasi pembangunan peradaban.

Ia menilai, ilmuwan Muslim kala itu tidak hanya menerjemahkan khazanah ilmu dari Yunani, Persia, dan India, tetapi juga melahirkan inovasi yang menjadi dasar ilmu pengetahuan modern, termasuk konsep algoritma dan aljabar yang dikembangkan Al-Khawarizmi.

“Keunggulan utama masa keemasan Islam adalah menyatunya ilmu dan nilai, sains dan spiritualitas, serta inovasi dan etika,” ungkapnya.

Menurut Pratikno, pendidikan Islam saat ini berada pada titik krusial. Agama bisa tampil sebagai solusi moral bagi masa depan peradaban, namun juga berisiko ditinggalkan apabila tidak mampu menjawab tantangan zaman secara relevan dan kontekstual.

Ia menekankan bahwa pendidikan Islam harus menjadi kerangka yang dinamis, mampu melahirkan generasi yang menjunjung keadilan sosial, menjawab persoalan ekologis, dan membangun peradaban yang berkelanjutan.

Pratikno juga menyoroti berbagai ancaman etika akibat kemajuan teknologi, seperti penyalahgunaan deep fake, bias algoritma kecerdasan buatan, hingga praktik surveillance capitalism yang berpotensi menggerus kebebasan dan martabat manusia.

Senada dengan itu, Menteri Agama Nasaruddin Umar menegaskan pentingnya transformasi pendidikan Islam agar mampu menjawab krisis global yang ditandai oleh percepatan perubahan, ketidakpastian, serta tantangan etika modern.

“Agama tidak boleh membatasi kreativitas. Justru agama harus menjadi penuntun moral agar manusia tetap kreatif, beradab, dan bertanggung jawab,” ujar Nasaruddin.

Ia menekankan perlunya pengembangan kurikulum pendidikan Islam berbasis nilai cinta dan ekoteologi. Menurutnya, pendidikan Islam masa depan harus mendorong pergeseran dari formalitas menuju substansi, dari pandangan antroposentris menuju kesadaran ekologis, serta dari keberagamaan yang kaku ke keberagamaan yang membebaskan. **

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *