HarianUpdate.com | Pekanbaru – Sejumlah unit Rumah Layak Huni (RLH) yang dibangun melalui program bantuan pemerintah pusat di Kelurahan Meranti Pandak, Kecamatan Rumbai, Kota Pekanbaru, mengalami kerusakan serius meskipun baru selesai dibangun pada tahun 2024 lalu. Bantuan tersebut bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) dengan nilai total mencapai sekitar Rp2,4 miliar.
Temuan ini terungkap saat sejumlah awak media bersama warga melakukan peninjauan langsung ke lokasi pada Kamis, 24 Juli 2025. Hasilnya, beberapa unit rumah mengalami kerusakan pada bagian lantai, dinding. Bahkan, keramik lantai terlihat pecah dan mengelupas, sejumlah pintu kamar mandi belum terpasang, serta terdapat bagian struktur yang belum diselesaikan.
Salah seorang warga yang enggan disebutkan namanya mengaku sebagai warga setempat saat dimintai tanggapannya mengatakan jika bangunan ini selesai dikerjakan tahun 2024, namun kini belum setahun dikerjakan terjadi kerusakan berat.
“Baru selesai tahun lalu, belum sampai satu tahun, tapi sudah banyak kerusakan. Ini sangat mengecewakan. Rumah ini katanya untuk warga miskin, tapi anehnya malah ditempati oleh orang luar dan bahkan katanya pensiunan perusahaan,” ujar salah satu warga tersebut, kamis (24/07/25).
Warga lainnya juga mempertanyakan siapa yang seharusnya menerima bantuan tersebut, karena berdasarkan pengamatan mereka, penerima manfaat bukan penduduk asli Meranti Pandak.
Berdasarkan hasil peninjauan dan pengamatan teknis, terdapat sejumlah dugaan indikasi penyimpangan dalam pengerjaan, antara lain:
Pondasi dangkal diduga tanpa penguatan menyebabkan dinding dan lantai retak.
Kualitas material diduga tidak sesuai spesifikasi keramik pecah, plesteran mengelupas.
Finishing diduga asal jadi pintu belum terpasang, talang air tidak difungsikan.
Drainase lingkungan diduga tidak dibangun menyebabkan kelembaban naik ke dinding.
Diduga tidak adanya pengawasan teknis ketat pelaksanaan dari dinas terkait.
Kemudian, Saat dikonfirmasi, Plt Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Pemukiman (Perkim) Kota Pekanbaru, Martin, menyampaikan bahwa pihaknya hanya berperan sebagai pengawas kegiatan.
“Pekerjaan pembangunan RLH tersebut dilakukan dengan sistem swakelola oleh pemilik rumah, Perkim hanya melakukan proses verifikasi dan pengawasan teknis,” ujarnya saat ditemui di Komplek Perkantoran Tenayan Raya, Kamis (31/07/25).
Namun pernyataan tersebut justru menimbulkan tanda tanya baru. Jika pembangunan dilakukan dengan sistem swakelola, maka seharusnya pelaksana wajib mempertanggungjawabkan mutu dan spesifikasi teknis sesuai dengan dana yang diterima dari pemerintah.
Dengan nilai proyek sekitar Rp2,4 miliar untuk 30 unit rumah dari DAK, maka rata-rata alokasi dana per rumah adalah sekitar Rp80 juta. Bila sebagian besar unit mengalami kerusakan berat atau pengerjaan tidak tuntas, maka negara berpotensi dirugikan hingga puluhan juta per unit.
Sejumlah warga mendesak agar pihak berwenang, khususnya Inspektorat Kota Pekanbaru dan Kejaksaan Tinggi Riau, melakukan audit investigatif terhadap proyek RLH ini.
“Jika 10 unit bermasalah, dan nilai kerusakan/penyimpangan per unit Rp30 juta, maka total potensi kerugian negara Rp300 juta. Untuk itu diminta kepada kejaksaan tinggi Riau dan kejaksaan negeri Pekanbaru agar turun mengaudit kegiatan ini secara transparan demi mengungkap dugaan ini,” ujar sejumlah warga tersebut.
Selain dugaan penyimpangan teknis, warga juga menduga terjadi maladministrasi dalam penetapan penerima bantuan, karena ada unit rumah yang dihuni oleh individu yang bukan warga setempat atau bukan dari kalangan yang tergolong prasejahtera.
Kerusakan rumah layak huni yang terjadi kurang dari satu tahun pasca pembangunan, serta indikasi penyelewengan penerima manfaat, memperkuat dugaan adanya masalah serius dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek tersebut. Penanganan segera dan pemeriksaan menyeluruh sangat diperlukan untuk menjamin akuntabilitas anggaran publik dan keadilan bagi warga miskin yang benar-benar berhak mendapatkan bantuan. (MH)