HarianUpdate.com | Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bergerak cepat menyiapkan pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP), memicu kritik dari berbagai elemen masyarakat sipil. Komisi III DPR resmi menyetujui RUU tersebut untuk dibawa ke rapat paripurna setelah pengambilan keputusan tingkat I pada, Kamis (13/11/2025).
Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, menyatakan bahwa pembahasan dilakukan secara terbuka dan melibatkan banyak pihak, meski tidak semua masukan dapat dimuat dalam naskah akhir.
“Tentu kami mohon maaf bahwa tidak bisa semua masukan kami akomodasi. Ini realitas parlemen,” ujarnya di Kompleks MPR/DPR, Senayan.
Menurut dia, pengesahan RUU KUHAP dijadwalkan pekan depan, meski tanggal pastinya belum ditetapkan. Ia menjelaskan bahwa sejumlah perbaikan pasal dilakukan setelah menerima pandangan dari organisasi advokat, mahasiswa, hingga Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) yang mengirim masukan melalui pesan WhatsApp.
Habiburokhman juga mengakui bahwa sebagian anggota Komisi III tidak berhasil memasukkan seluruh usulan mereka ke dalam draf final.
“Kami harus berkompromi, menerima pikiran rekan-rekan. Namun tidak semuanya dapat diakomodasi,” katanya.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR nonaktif, Adies Kadir, menyebut percepatan pembahasan dilakukan untuk menyesuaikan sistem hukum acara pidana dengan KUHP baru yang mulai berlaku awal tahun depan.
“Supaya aparat penegak hukum, pengacara, dan pencari keadilan mendapat kepastian hukum yang sebenar-benarnya,” ujarnya pada 8 Juli 2025.
RUU KUHAP ini merupakan revisi atas UU Nomor 8 Tahun 1981 yang telah berlaku lebih dari empat dekade. RUU tersebut mulai dibahas sejak disepakati sebagai usul inisiatif DPR pada 18 Februari 2025. Setidaknya terdapat 14 substansi perubahan, meliputi penyesuaian perkembangan hukum nasional, penguatan koordinasi antarlembaga penegak hukum, modernisasi sistem peradilan pidana, penguatan hak tersangka, korban, saksi, penerapan restorative justice, serta perlindungan bagi kelompok rentan.
Namun, langkah cepat DPR memicu kritik keras dari koalisi masyarakat sipil. Mereka menilai revisi yang bersifat fundamental tidak seharusnya dikebut dalam waktu singkat.
“RUU KUHAP berlaku tanpa masa transisi, langsung mengikat jutaan aparat dan warga tanpa kesiapan infrastruktur dan pengetahuan mulai 2 Januari 2026,” ujar Koordinator Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP, Muhammad Isnur, pada Jumat (14/11/2025).
Masyarakat sipil menilai percepatan ini berpotensi mengacaukan pelaksanaan hukum acara pidana di lapangan karena rentang waktu penyesuaian yang sangat terbatas. (Red)













Komentar