Soal Kasus SDN 108, Plt Gubri: Sekolah Harus Jadi Tempat Paling Aman untuk Anak

HarianUpdate.com | Pekanbaru – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau menaruh perhatian serius terhadap kasus dugaan perundungan (bullying) yang menyebabkan seorang siswa SDN 108 Tangkerang Labuai, Kecamatan Bukit Raya, meninggal dunia pada Minggu (16/11/2025).

Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Riau, SF Hariyanto, menegaskan bahwa pihaknya akan memanggil Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru untuk meminta penjelasan lengkap terkait apa yang terjadi dan bagaimana kronologi dugaan perundungan tersebut.

“Kita akan tanyakan ke Pemko Pekanbaru, apa yang sebenarnya terjadi dan bagaimana kronologinya,” ujar SF Hariyanto, Selasa (25/11/2025). Ia menambahkan bahwa lingkungan sekolah harus menjadi tempat paling aman bagi anak untuk belajar dan berkembang.

“Kita tidak ingin ini terulang kembali. Sekolah adalah tempat mencari ilmu, tempat manusia dibentuk menjadi lebih baik dan berakhlak,” tegasnya.

Kesaksian Keluarga Korban

Isak tangis keluarga mewarnai pemaparan kronologi yang disampaikan oleh ibu korban, Deswita, usai mengikuti rapat bersama Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru, pihak sekolah, dan Tim Advokat Pejuang Keadilan (TAPAK) Riau, Senin (24/11/2025).

Deswita menjelaskan bahwa kondisi fisik dan emosional anaknya, MA—siswa kelas VI SDN 108—mulai berubah sejak Kamis (13/11/2025). Saat pulang sekolah, MA menangis dan menyatakan tidak ingin bersekolah lagi, namun belum mengungkapkan penyebabnya.

“Pada Kamis anak saya pulang dalam keadaan menangis dan bilang tidak mau sekolah lagi. Pada Jumat siangnya (14/11/2025) anak saya sudah lumpuh, dan barulah ia bercerita bahwa kepalanya ditendang oleh murid lain berinisial FT saat belajar kelompok,” ujar Deswita.

Peristiwa itu disebut dilakukan tanpa sepatu dan disaksikan teman dekat korban berinisial AK. AK mengaku sudah melaporkan insiden tersebut kepada wali kelas, namun hanya mendapat respons singkat, “iya, tunggu.”

Deswita menambahkan, tangis MA saat pulang sekolah pada Kamis juga disaksikan oleh teman bermainnya di sekitar rumah.

Upaya Pengobatan

Pasca mengalami kelumpuhan, keluarga membawa MA ke pengobatan alternatif. Namun pihak alternatif menyarankan agar korban segera menjalani perawatan medis. Pada Sabtu, keluarga membawa MA ke puskesmas, namun pelayanan sedang tutup sehingga MA dirawat di rumah hingga akhirnya meninggal dunia pada Minggu pukul 02.00 WIB.

“Beberapa hari sebelum meninggal, anak saya sempat meminta agar kelak dimandikan dan digelarkan tikar karena rumah akan ramai. Saat itu kami tidak mengerti maksudnya,” ujar Deswita sambil menangis. (Red)

Komentar